Welcome.... this is colorfull tibe's pen

come
look
value
comment.....
thanks

Sabtu, 16 Oktober 2010

YANG TERTINGGAL

“Feeling So Good” kalimat itu rasanya tepat untuk mewakilkan perasaan ku pada ‘Her’. Namun, entah di mana keberadaannya sekarang ?Terakhir Februari 2006 dia masih sms aku dan memberi kabar kalau dia masih di Manokwari-Papua.
Begitu menyentuh hati plus unik pertemanan kami. Ketika semester I di kampus, kami saling mengenal, saling berbincang dan bercerita hingga kemudian aku sadar ternyata ada seseorang yang baik dan dekat pada ku di kampus, yach… dialah Herman.
Curiga dengan kebaikan Her ?, jawabnya ‘iya’. Sempat terbesit tanya di benak ku, ada apa dengan kebaikannya ?. Tapi aku biarkan pertanyaan itu berlalu. Aku tak ingin berburuk sangka, toh dia selalu bersikap sopan dan menghargaiku. Lagi pula aku tidak perlu susah-susah lebih dulu mendekatinya untuk ku jadikan teman. Karena ternyata Her mencuri start, dia lebih sigap mencari-cari perhatian ku agar aku bersedia menjadi kawannya.
Mungkin sampai sekarang Her tidak tahu kalau pertama kali aku melihatnya di kelas pada awal semester satu di tahun 2004 sebenarnya aku sudah sangat ingin sekali berteman dengannya. Tapi itu tadi “felling so good” Her lebih dulu mengajak aku berteman.
Lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang keluar dari indah suaranya, gema keteduhan hati ketikan Her menjadi Mu’adzin atau Imam dan lentik jemarinya saat dia memetik dawai-dawai gitar sambil berdendang itulah yang membuat aku sangat mengaguminya dan terkadang takut akan kehilangan dia.
Tapi…,! Bukankah aku sudah kehilangan Her ?
Memasuki semester dua diawal tahun 2005, Her memutuskan untuk pulang ke rumah orangtuanya di Makassar. Dengan alasan dia sudah tidak cocok lagi tinggal bersama pamannya. Her ingin menenangkan hati dan pikiran di samping orangtuanya. Pertengkaran dengan sang paman telah menoreh luka di hatinya.
Aku tak dapat menahan keinginan dia, karena aku memang tak punya alasan. Meski sempat aku memberi saran padanya untuk mereview niatannya dan berusaha mencari solusi lain agar dia tidak pergi ke Makasar dengan pertimbangan kuliah. Tapi pada akhirnya Her tetap pergi. Meninggalkan aku, meninggalkan bangku kuliah.
Tiga bulan lebih setelah itu, tanpa disangka-sangka dengan nomor hp yang baru, Her memberi kabar pertama pada ku pasca kepergiannya dari Jakarta. “Hai cantik,gmna kbrnya?. Aku skrng kuliah d Sekolah Tinggi Ilmu Hukum-Manokwari Papua. Ini no q yg baru. Her”
Aku senang ternyata dia melanjutkan kuliah. Sms selanjutnya kami saling berbagi kabar meski tidak tiap hari. Sebenarnya, ada yang tidak diketahui oleh Her tentang aku selepas dia pergi. Bahwa dengan perpisahan ini sebenarnya aku sangat ingin melupakan Her. Mengingatnya hanya membuat aku ingin mengulangi saat-saat bersama dia, Mengingatnya hanya membuat aku merasakan sesuatu yang dia tinggal di sini, di hati ini dan itu menyedihkan.
Sempat dengan sengaja aku menghilangkan jejaknya. Menghapus semua sms dari Her, bahkan menghapus nomor hpnya dari ponsel ku maupun memory di kepala ku. Itu aku lakukan karena tak ingin membiarkan sesuatu yang dia tinggal berlama-lama ada di diriku, sesuatu yang tertinggal jauh di relung hati. Sesuatu yang tak boleh ku biarkan membooming di jiwa karena takut akan menggangu emosi ku.
Dan usaha ku pun berhasil. Namun, setelah cukup lama -hampir enam bulan- Her datang lagi lewat smsnya dan aku tak bisa untuk tidak membalas sms dari Her. Tapi Kali ini perkataan dia via sms membuat aku terperangah serta menitikkan air mata. Ternyata Her memberikan cahaya atas sesuatu yang tertinggal di hati ini. Aku sungguh tak menyangka kalau dia juga merasakan sesuatu yang ditinggalnya.
“aku juga sayang padamu, kenapa ini tidak terucap dari dulu, Insya Allah aku akan menjadi Imam ditiap-tiap sholat mu sepanjang hidupmu”. Untuk kedua kalinya Herman mencuri start. Aku bahagia dengan pengakuannya, dia sudah menyadari sesuatu yang ditinggal di hati ku.
Meski demikian, aku tetap ingin mengubur dalam-dalam rasa keingintahuan ku tentang keberadaan Her sekarang! Karena sudah terlalu lama dia tidak lagi memberi kabar sejak dia tahu dan sadar akan sesuatu yang ditinggalnya di hati ku. Dan untuk terakhir kali ini, aku menghapus kembali nomor ponselnya. Demikian dengan aku, demi menjaga kestabilan hati, aku juga mengganti nomor ponsel ku. Karena aku takut untuk berharap.
Read More..